30 Mei 2009

Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran

Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pascapanen buahan dan sayuran adalah sebagai berikut:

1. Musim saat panen (hujan atau kemarau)
2. Waktu panen (pagi atau siang)
3. Cara penumpukan
4. Cara dan kemasan dalam pengangkutan
5. Cara pembersihan
6. Cara trimming
7. Cara dan bahan pengemasan
8. Cara dan suhu penyimpanan

Penanganan buahan dan sayuran harus dilakukan pada suhu rendah (sekitar 20 C), dan penyimpanan dilakukan pada suhu optimum yang berbeda-beda untuk setiap jenis produk. Buahan dan sayuran harus diperlakukan sebagai produk yang masih hidup, berbeda dengan biji-bijian yang sudah mengalami proses pengeringan.

1. Ketuaan Panen

Ketuaan panen adalah keadaan perkembangan dimana tanaman atau bagian-bagian dari tanaman telah memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dari panen. Lebih jauh ketuaan panen dibedakan menjadi dua macam yaitu ketuaan fisiologis dan ketuaan komersil. Ketuaan panen secara fisiologis adalah ketuaan dimana tanaman atau bagian-bagian dari tanaman telah mencapai pertumbuhan perkembangan puncak, tetapi belum memasuki masa penuaan. Beberapa indikator dari ketuaan fisiologis adalah akumulasi bagian padatan telah maksimum dan pada beberapa jenis buah seperti pepaya kemunculan warna kuning mulai tampak. Sedangkan ketuaan komersil tidak berhubungan dengan fisiologis tanaman dan bagian-bagiannya, tetapi berhubungan dengan kegunaan tanaman atau bagian-bagian dari tanaman yang dipanen. Dengan kata lain, ketuaan komersil adalah keadaan tanaman atau bagian-bagian dari tanaman yang sudah dapat dipanen karena sudah dapat dijual. Buah pepaya yang dipanen untuk dimanfaatkan sebagai buah meja dipanen pada tingkat ketuaan fisiologis, sedangkan bilan akan dimanfaatkan sebagai sayuran dipanen pada saat belum tua secara fisiologis. Artinya dapat dipanen kapan saja selama belum mencapai tingkat ketuaan fisiologis, tetapi secara komersil sudah tua karena sudah bernilai jual.

Tingkat ketuaan produk pada saat panen mempengaruhi mutu akhir produk, daya simpan, dan kemungkinan terjadinya penyimpangan fisiologis. Sebagai misal, buah yang akan dikonsumsi dalam keadaan matang, bila dipanen pada keadaan masih muda akan mempunyai warna kulit yang tidak merata ketika matang, rasa yang kurang enak, aroma yang kurang bila dibandingkan dengan buah yang matang normal, yaitu buah yang sama tetapi dipanen dalam keadaan tua penuh. Ketuaan yang belum penuh juga berhubungan dengan pematangan yang tidak merata pada buah mangga, meningkatkan resiko chilling injury dalam penyimpanan dingin pada buah nenas, dan perkecambahan prematur pada bawang merah. Sebaliknya, keadaan yang terlalu tua juga dapat menyebabkan timbulnya hal-hal yang kurang menguntungkan. Selain memperpendek masa simpan, produk yang dipanen dalam keadaan terlalu tua juga akan menurunkan mutu, ketika dimakan misalnya, meningkatkan kandungan serat kasar dan keras beberapa jenis buah dan sayuran daun.

Selain berhubungan dengan permintaan pasar dan tujuan penggunaan produk, ketuaan panen juga berhubungan dengan masa simpan yang diinginkan, waktu dan jarak yang harus ditempuh dalam transportasi ke tempat pemasaran, dan strategi pemasaran yang digunakan. Pada beberapa jenis buah, mungkin perlu dipanen ketika buah sudah benar-benar tua, tetapi masih hijau dan keras agar mempunyai waktu yang lebih lama untuk transportasi ke tempat pemasaran, dan penyimpanan sebelumnya dipasarkan kepada konsumen akhir. Dalam kaitan dengan strategi pemasaran, panen di awal atau di akhir musim berpeluan untuk memperoleh harga jual yang lebih baik. Hal ini juga akan diperhitungkan oleh petani atau pedagang produk hortikultura sehingga mungkin saja mereka mempercepat atau menuda panen agar dapat menjual hasil panen dengan harga yang lebih baik.

Indeks Ketuaan Panen

Indeks ketuaan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan waktu panen, yaitu apakah suatu produk sudah dapat dipanen atau belum. Ada beberapa macam indeks ketuaan yang dapat digunakan untuk menentukan waktu panen, dan untuk beberapa jenis hortikultura biasanya akan lebih baik bila digunakan lebih dari satu macam indeks ketuaan, karena hasilnya akan lebih akurat. Indeks ketuaan panen dapat bersifat subyektif (S) atau obyektif (O), dan dapat digolongkan ke dalam metoda destruktif (D) atau non-destruktif (N). Sedangkan berdasarkan obyek pengamatannya, penggolongan indeks ketuaan panen adalah sebagai berikut:

1. Indeks ketuaan visual (bersifat S dan N)
a. Berdasarkan warna kulit: misalnya jeruk, duku, manggis, pepaya, nenas, rambutan, tomat, semangka.
b. Berdasarkan ukuran: mislanya asparagus, ketimun, jeruk, bunga potong
c. Berdasarkan bentuk: mislanya lengkungan pada buah pisang dan lekukan pada buah mangga.
d. Berdasarkan karakteristik permukaan: formasi kutikel pada buah tomat dan anggur, pola jaring-jaring pada buah melon, semburat warna kuning/merah pada buah mangga.
e. Berdasarkan bagian tanaman yang mengering: daun yang mengering pada tanaman pisang, pucuk yang mengering pada bawang merah, bawang putih, jahe, dan kentang.





2. Indeks ketuaan fisik (bersifat S dan N)
§ Berair: jagung manis
§ Mudah terbuka: jenis kacang polong
§ Mudah dilepaskan dari tanamannya: belewah
§ Kekerasan, kepadatan, kekompakan: melon, kubis, selada
§ Berat jenis: mangga, durian, kentang
§ Bunyi bergaung bila diketuk: semangka, nangka, durian
§ Mempunyai aroma kuat: nangka, durian
§ Struktur daging: seperti jeli pada tomat, berwarna tua pada beberapa buah



3. Indeks kimia (bersifat O dan D)
§ Jumlah padatan terlarut: apokat, melon, anggur
§ Kadar lemak: apokat
§ Kadar air: jeruk
§ Kadar asam: jeruk, mangga
§ Kadar karbohidrat: apel, pear, mangga
§ Kadar gula: apel, pear, mangga, anggur



4. Indeks fisiologis (bersifat O, N, dan D)
§ Laju respirasi dan produksi etilen: pisang, mangga, pepaya, tomat, markisa
§ Konsentrasi etilen: apel, pear, markisa



4. Indeks fisiologis (bersifat O, N, dan D)
§ Laju respirasi dan produksi etilen: pisang, mangga, pepaya, tomat, markisa
§ Konsentrasi etilen: apel, pear, markisa



5. Indeks perhitungan (bersifat O dan N)
§ Unit panas: mangga, kacang kapri, jagung manis
§ Hari sejak pembungaan: mangga, manggis
§ Hari sejak pembentukan buah: durian, melon, rambutan
§ Hari sejak bunga mekar: jeruk, mangga
§ Hari sejak penanaman: jenis umbi



2. Sistem Panen

Setelah diketahui bahwa produk hortikultura sudah cukup tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan produk harus dikumpulkan di lahan secepat mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin, dengan kerusakan produk sekecil mungkin, dan biaya semurah mungkin. Umumnya panen masih dilakukan secara manual menggunakan tangan dan peralatan-peralatan sederhana. Meskipun memerlukan banyak tenaga kerja, panen secara manual masih lebih akurat, pemilihan sasaran panen juga dapat lebih baik dilakukan, kerusakan fisik yang berlebihan dapat dihindari, dan membutuhkan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan panen menggunakan perlatana mekanis.

Cara panen yang umum dilakukan adalah sebagai berikut:
§ Dengan cara ditarik: apokat, kacang polong, tomat
§ Dengan cara dipuntir: jeruk, melon
§ Dengan cara dibengkokkan: nenas
§ Dengan cara dipotong: buah dan sayuran pada umunya, dan bunga potong
§ Dengan cara digali dan dipotong: umbi, dan sayuran akar
§ Dengan menggunakan galah: buah pada di pohon yang tinggi secara umum




Galah sebagai alat bantu panen manual mempunyai berbagai rancangan, disesuaikan dengan sifat buah yang akan dipanen seperti panjang dan kekuatan tangkai, serta ukuran dan berat buah. Alat bantu lainnya seperti pisau dan gunting digunakan untuk memotong, tongkat dan golok digunakan untuk menggali, tangga atau sejenisnya digunakan untuk menjangkau buah yang tinggi.

Disamping cara panen, waktu panen juga mempengaruhi kualitas produk hortikultura yang dihasilkan. Umumnya panen dilakukan pagi hari ketika matahari baru saja terbit karena hari sudah cukup terang tetapi suhu lingkungan masih cukup rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan akibat respirasi produk dan juga meningkatkan efisiensi pemanenan. Beberapa jenis produk hortikultura lebih baik dipanen agak siang agar embun yang menempel pada produk telah mengering, atau sekalian sore hari bila suhu lingkungan juga menjadi pertimbangan penting. Hal ini dapat mengurangi luka bakar akibat getah yang mengering pada buah-buah yang mengeluarkan getah dari tangkainya seperti mangga, atau mengerluarkan minyak seperti jeruk, dan mengurangi kerusakan mekanis (sobek) pada sayuran daun. Jagung manis juga diketahui akan menjadi lebih manis bila dipanen agak siang.

3. Penanganan di Lahan

Persiapan dan transportasi produk dari lahan adalah kegiatan-kegiatan utama yang harus dilakukan setelah produk dipanen. Hasil panen harus segera dikumpulkan, dikemas sementara, untuk kemudian diangkut ke rumah pengemasan, tempat penyimpanan, pusat pengolahan atau industri pengolahan produk segar, atau langsung ke pasar. Lokasi di mana kegiatan persiapan dilakukan harus dekat dengan lahan, dan dapat didatangi oleh kendaraan yang akan digunakan untuk mengangkut produk keluar dari lahan. Lokasi tersebut juga harus terlindung dari sinar matahari langsung (dalam bangunan beratap atau pun di bawah naungan pohon rimbun) dan udara bebas keluar masuk untuk mencegah penumpukan panas, baik yang berasal dari sinar matahari maupun yang timbul akibat respirasi produk. Tempat untuk melakukan kegiatan persiapan sebaiknya beralaskan lantai semen sebab bilaberalas tanah dikhawatirkan produk akan terkontaminasi kotoran yang ada pada tanah, dan sebaiknya digunakan kemasan dapat melindungi produk dari kerusakan akibat penanganan yang dilakukan.

Perlindungan produk dari suhu lingkungan yang tinggi sangat penting untuk menghindari pemanasan dan lukan bakar pada produk yang baru dipanen. Produk yang terkena sinar matahari langsung dapat meningkat suhunya hingga melebihi suhu udara lingkungan, dan hal ini akan berakibat buruk pada produk karena respirasinya akan meningkat dan penurunan mutu akan terjadi dengan cepat. Bila memungkinkan, produk yang telah dipanen segera dibawa ke tempat terlindung, di dalam bangunan beratap atau di bawah pohon rindang atau naungan lainnya, agar suhunya tetap rendah. Hal ini perlu diperhatikan terutama bila produk tidak dapat segera diangkut karena berbagai sebab seperti menunggu kendaraan pengangkut, atau menunggu produk terkumpul dalam jumlah yang cukup untuk diangkut. Bila tidak tersedia pohon yang rindang di sekitar lahan, sebaiknya digunakan tenda yang dapat dipindah-pindahkan. Pada daerah dengan suhu udara yang cukup tinggi, sebaiknya jangan melakukan panen pada siang hari setelah matahari agak tinggi.

Ada beberapa jenis kemasan atau keranjang yang dapat untuk penanganan produk di lahan, tergantung pada jenis komoditas, biaya yang disediakan untuk kemasan, dan ketersediaan bahan pembuat kemasan, serta sistem panen yang diterapkan. Praktek yang cukup baik adalah para pemanen mengumpulkan hasil panen dalam keranjang-keranjang kecil, lalu bila sudah terisi penuh memindahkan hasil panen tersebut ke keranjang yang lebih besar untuk keperluan transportasi ke luar lahan.

Transportasi produk keluar dari lahan mungkin dilakukan untuk jarak yang dekat atau jauh, melalui jalan yang mulus atau kasar, atau bahkan melalui jalan setapak, menggunakan kendaraan bermesin atau bertenaga hewan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, banyak kemungkinan terjadi dalam transportasi produk keluar dari lahan, oleh karena itu produk harus dilindungi dari kerusakan mekanis yang mungkin terjadi melalui penggunaan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi jalan yang dilalui. Sarana transportasi yang digunakan juga sebaiknya beratap dan mempunyai ventilasi yang baik, terutama bila perjalan akan memerlukan waktu yang cukup lama. Penanganan yang cepat selama proses transportasi juga menjadi faktor yang penting dalam perlindungan produk setelah dipanen.

Kegiatan lain yang mungkin dilakukan di lahan pada produk yang baru dipanen meliputi pembungan getah, (delatexing), pembuangan bagian-bagian yang tidak diperlukan (trimming), pemisahan dan pemutuan (sorting and grading), dan pengemasan (packaging) yang untuk berbagai komoditas akan lebih baik bila dilakukan di dalam rumah pengemasan (packing house). Penggunaan kemasan seperti peti dan keranjang untuk produk yang mudah rusak seperti buah dan sayuran yang lunak akan meminimalkan perlakuna di lahan dan dapat mengurangi kerusakan mekanis pada produk dan menekan biaya penanganan. Semua kegiatan harus direncanakan dengan baik dan segala perlengkapan yang diperlukan harus dipersiapkan sebelum kegiatan berlangsung. Pengarahan dan pelatihan tenaga kerja juga hal yang penting untuk dilakukan.







Telur Asin Kaya Gizi



Telur asin merupakan produk pangan yang memiliki karakteristik sebagaimana bahan pangan lain, yaitu mudah rusak dan busuk. Oleh karena itu bahan pangan ini memerlukan penanganan yang cermat sejak dari pengambilan dari kandang hingga penyimpanan di konsumen. Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas telur adalah dengan pengawetan. Pengawetan yang paling mudah dan sering dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara pengasinan atau pembuatan telur asin. Namun demikian, ada sebuah fakta yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat pada umumnya, bahwasanya pada proses pengasinan ini hendaknya dilakukan dengan memperhatikan aspek kualitatif dan kuantitatif dari komponenen zat-zat gizi yang terkandung dalam telur sebagaimana kondisi awal telur sebelum diolah. Sebagai contoh, jika sampai terjadi kerusakan lemak atau minyak saat proses pengawetan, maka telur tersebut dapat menganggu kesehatan jika dikonsumsi, seperti menyebabkan penyakit jantung dan kolesterol.
Berawal dari hal tersebutlah sekelompok mahasiswi fakultas teknologi pertanian yang terdiri dari Eva Yuliana (TPHP’06), Dian Hendrati R (TPHP’06), Titis Bekti Utami (TIP’06), Anita Kumala Hapsari (TPHP’06) Yunda Maymanah R (TPHP’07), tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai bagaimana perlakuan yang harus diberikan pada telur asin yang dibuat oleh masyarakat agar tidak kehilangan atau rusak nutrisi-nutrisinya dalam proses pengasinan.
Melihat peluang ini, ASCONEWS kemudian mencoba menggali informasi mengenai penelitian yang dilakukan oleh para teknolog yang semua terdiri dari kaum hawa ini. Eva Yuliana, selaku ketua dari kelompok peneliti tersebut menuturkan bahwa ide untuk melakukan penelitian mengenai " Pengaruh Perendaman Telur Asin dalam Ekstrak Teh Hijau terhadap Kandungan Asam Lemak dan Daya terimanya" didapat setelah membaca sebuah jurnal penelitian yang mengungkapkan bahwa penambahan asap cair dalam proses pengasinan dapat mempertahankan asam asam lemak dalam telur, termasuk omega-3, sehingga telur yang dihasilkan mengandung omega-3 yang tinggi. Asap cair merupakan kondensat dari asap kayu yang mengandung berbagai senyawa dengan titik didih yang berbeda-beda. Asap cair ini memiliki sifat anti oksidatif dan dapat digolongkan sebagai anti oksidan alami. Senyawa yang berfungsi sebagai anti oksidan adalah fenol, terutama fenol dengan titik didih yang tinggi, yaitu 2,6-dimetoksifenol; 2,6dimetoksi-4metilfenol dan 2,6 dimetoksi-4-etilfenol yang juga dapat memberikan cita rasa yang spesifik. Fenol dengan titik didih yang rendah merupakan antioksidan yang lemah. Senyawa ini dapat menghambat oksidasi lemak, mencegah oksidasi lipida dengan mengstabilkan radikal bebas dan efektif mencegah kehilangan cita rasa akibat oksidasi lemak. berangkat dari hal inilah kemudian peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai pengaruh perendaman telur asin dalam ekstrak teh hijau.
Selang 20 menit berlalu, wanita yang memiliki hobi tidur dan mendegarkan musik ini masih meneruskan penjelasannya meskipun tim dari ASCONEWS sudah terlihat bingung dan sulit menangkap apa yang disampaikan oleh beliau akibat penjelasannya yang terkesan sangat "ke-TPHP-an". “Teh hijau ini secara fungsional diharapkan dapat menggantikan pengunaan asap cair. Hal ini dimungkinkan karena dalam ekstrak daun teh terdapat larutan yang mengandung anti oksidan alami.” Demikian tutur dara muda yang lahir tgl 10 juli 1988 ini.
Hingga kini tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang akrab dipanggil eva ini baru berjalan 25% yaitu baru sampai tahap pengeraman. Menurut peneliti, proses yang membutuhkan waktu yang cukup lama adalah analisis laboratorium, karena peneliti berniat melakukan semua tahap analisis yang sangat banyak itu secara mandiri, tanpa melibatkan orang luar untuk menganalisis. Hal ini dikarenakan jika dimasukan ke laboratorium orang lain akan memakan biaya yang cukup besar. Kedepannya peneliti berharap agar penelitian yang mereka kerjakan dapat memberikan nilai tambah pada produk telur asin itu sendiri. Peneliti menuturkan, meskipun telur asin bukan merupakan bahan makanan pokok, namun tentunya telur asin ini akan bisa memberikan nutrisi gizi tambahan yang lebih pada masyarakat.
Peneliti yang juga pernah mendapatkan juara II di sebuah event penelitian tingkat provinsi yogyakarta ini juga menambahkan bahwa melakukan penelitian adalah pengalaman yang mengasikkan meskipun didalamnya kita harus berkorban waktu, tenaga, serta pikiran. Namun pengorbanan itu tentunya juga bukan merupakan pengobanan yang sia-sia. Karena ada banyak hikmah yang didapat dari pengalaman melakukan penelitian tersebut diantaranya menambah ilmu, teman, dan pengalaman, juga menjadi lebih dekat dengan dosen dan bisa lebih hapal dengan keadaan kampus karena sering bermalam di kampus hingga pukul 10.00 begitu ujar peneliti sambil berkelakar.
Intinya jangan pernah berhenti berusaha dalam berkarya, Jangan pernah ragu untuk mencoba, dan jangan putus asa sebelum proposal dikirim, selain juga dekati kakak angkatan dan sering sering baca jurnal penelitian begitu pesan yang di sampaikan pemegang motto hidup "Memayu Hayuning Bawono Kati Angencani Tiyasing Sesama" kepada adik-adik angkatan jika ingin melakukan penelitian dan mengikuti ajang seperti PKM.
Setelah wawancara yang cukup panjang itu mencapai puncaknya dan dirasa telah cukup ASCONEWS pun minta diri dan tidak berlama-lama menyita waktu dari peneliti yang tentunya sangat berharga, kamipun segera pamit dan mengucapakan terimakasih kepada peneliti atas kesediaanya diwawancara.